Hai, Stutterians! Apakah kalian sudah tahu asal muasal dari stuttering? Nah, kalau kalian belum tahu, yuk simak penjelasan di bawah ini!
Stuttering yang dalam bahasa Indonesia disebut gagap adalah suatu ketidaklancaran ketika berbicara. Bisa berbentuk pemanjangan, penghentian, dan pengulangan. Makna kelancaran menurut American Speech and Hearing Association (ASHA) mengacu pada kontinuitas, kecepatan, dan upaya dalam produksi ucapan. Semua orang yang berbicara kadang-kadang akan mengalami ketidaklancaran. Mereka mungkin ragu-ragu saat berbicara, menggunakan sisipan (“seperti” atau “uh”), atau mengulangi kata maupun frasa. Ini disebut disfluensi atau nonfluensi tipikal. Sedangkan gangguan kelancaran adalah gangguan dalam aliran berbicara yang ditandai dengan kecepatan atipikal, ritme, dan disfluensi (misalnya: pengulangan suara, suku kata, kata, dan frasa; perpanjangan suara; dan blok), yang juga dapat disertai dengan ketegangan yang berlebihan, penghindaran berbicara, perilaku berusaha, dan tingkah laku sekunder (American Speech-Language-Hearing Association [ASHA], 1993)
Stuttering juga ditandai dengan tipe-tipe sebagai berikut:
1. Part-word repetitions – “Aku p-p-p-pingin makan”
2. One-syllable word repetitions – "pergi-pergi-pergi sana!"
3. Prolonged sounds – "Ssssssinta anak yang baik."
4. Blocks or stops – "Aku ingin (jeda) kue."
Tambahan: Terkadang stutterer menggunakan perilaku seperti menganggukkan kepala atau berkedip untuk berhenti atau mencegah gagap. Mereka mungkin juga menghindari penggunaan kata-kata tertentu atau menggunakan kata-kata yang berbeda agar tidak gagap.
Tapi Stutterians, ada juga yang disebut normal stuttering/normal disfluensi. Disfluensi di bawah ini acap kali terjadi pada diri kita dan dianggap tidak gagap loh..
1. Menambahkan suara atau kata, yang disebut interjeksi - "Saya umm harus pulang."
2. Mengulangi seluruh kata - "Anu, saya tidak setuju dengan Anda."
3. Mengulangi frasa - "Dia - dia berusia 4 tahun."
4. Mengganti kata-kata dalam kalimat, yang disebut revisi - "Saya sudah – saya cabut gigi."
5. Tidak menyelesaikan sebuah pikiran - "Namanya adalah (jeda sebentar) Saya tidak ingat."
Gagap biasanya dimulai antara usia 2 dan 6 tahun. Banyak anak mengalami periode ketidaklancaran bicara yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Gagap yang berlangsung lebih lama dari ini mungkin memerlukan pengobatan.
Tidak ada penyebab pasti dari gagap. Tetapi, ada kemungkinan penyebab gagap, sebagai berikut:
1. Riwayat keluarga. Banyak orang yang gagap memiliki anggota keluarga yang juga gagap.
2. Perbedaan otak. Orang yang gagap mungkin memiliki perbedaan kecil dalam cara kerja otaknya selama berbicara.
Bagaimana, Stutterians? Sudah teredukasikah mengenai stuttering?
Kalau kalian ingin tahu informasi tentang stuttering lebih dalam, cek terus media sosial kami ya!
Penulis: Frizky Ikhfa H
Penyunting: Muhamad Carvin Syah
***
Sumber rujukan:
Setiap manusia merupakan individu yang unik, karena kita sebagai manusia memiliki keunggulan dan keterbatasannya masing-masing. Seseorang mungkin memiliki bakat tertentu yang dapat membuatnya unggul dan menonjol di antara orang lain, tetapi juga seseorang mungkin merasa memiliki bakat-bakat yang terbatas. Selain itu, seseorang juga mungkin memiliki keterbatasan fisik, mental, atau keterbatasan lainnya. Salah satu keterbatasan yang jarang diketahui oleh mayoritas orang ialah gagap atau stuttering.
Di dunia ini, terdapat kurang lebih tujuh puluh juta orang atau sekitar 1% dari populasi dunia yang merupakan pengidap gagap. Namun, apakah gagap itu? Gagap merupakan gangguan bicara yang dapat terlihat dari kelancaran dan alur berbicara. Umumnya, gangguan bicara ini berupa memanjangkan bunyi suatu kata, pengulangan bunyi atau suku kata, atau terdapat jeda saat berbicara. Pada dasarnya, mereka mengetahui apa yang mereka ingin katakan, tetapi sulit untuk menyebutkannya.
Menjadi seorang pengidap gagap tidak menutup kemungkinan untuk berkarir di bidang dan tempat yang dikenal membutuhkan kemampuan berbicara yang apik. Siapa sangka penyanyi fenomenal seperti Ed Sheeran dan Elvis Presley, aktor mendunia seperti Emily Blunt, Samuel L. Jackson, dan Rowan Atkinson, bahkan hingga rapper seperti Kendrick Lamar, merupakan salah satu pengidap gagap. Para tokoh tersebut membuktikan bahwa keterbatasan yang mereka miliki tidak menghambat karir mereka hingga mencapai kesuksesan. Dengan keterbatasan inilah, justru mereka menjadi orang-orang yang unik dan berbeda.
Faktor Penyebab
Banyak orang beranggapan bahwa gagap bukanlah merupakan suatu kelainan atau keterbatasan, melainkan disebabkan oleh perasaan gugup atau takut. Ketika bertemu dengan seorang pengidap gagap, masih banyak orang yang mengatakan atau berpikiran “mungkin dia sedang gugup”. Inilah mispersepsi yang ada di tengah-tengah masyarakat terhadap para pengidap gagap. Pada kenyataannya, gagap dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor genetik, pertumbuhan, neurogenik, dan psikogenik.
Gagap dapat disebabkan karena adanya kelainan gen bawaan. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam munculnya kegagapan dalam suatu individu. Oleh karena itu, apabila terdapat anggota keluarga yang mengidap gagap, kemungkinan ada anggota keluarga lain yang mengidap gagap. Hampir 60% pengidap gagap memiliki keluarga yang merupakan pengidap gagap pula.
Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh faktor pertumbuhan. Umumnya, gagap terjadi pada anak berumur 2 hingga 5 tahun atau pada saat seorang anak sedang belajar berbicara. Saat seorang anak berbicara, mereka mengalami keterbatasan dalam penyampaian maksud melalui bahasa atau tutur kata mereka. Akan tetapi, sebagian besar pengidap gagap tipe ini dapat pulih ketika anak beranjak dewasa.
Gagap juga dapat diakibatkan oleh gangguan neurogenik. Gangguan yang menyebabkan gagap dapat terjadi pada sistem otak, saraf, dan otot yang mengatur kemampuan berbicara seseorang. Umumnya, pengidap gagap yang disebabkan oleh gangguan neurogenik mengalami penyakit, seperti stroke, atau kecelakaan.
Gagap psikogenik merupakan gagap yang diakibatkan oleh adanya trauma atau masalah dalam pemikiran. Umumnya, gagap jenis ini terjadi karena adanya tekanan yang muncul dari lingkungan, terutama keluarga. Misalnya, harapan tinggi orang tua atau gaya hidup yang serba cepat. Trauma yang cukup masif bagi seseorang dapat menyebabkan kegagapan.
Selain itu, faktor psikogenik juga dapat berpengaruh pada para pengidap gagap. Pemikiran yang ada dalam benak para pengidap gagap juga dapat memperparah kegagapan mereka. Para pengidap dapat memiliki pemikiran bahwa mereka tidak dapat berbicara di depan umum, bahkan hingga pemikiran “saya merasa tidak berguna”. Pemikiran-pemikiran ini dapat menjadi tekanan internal dalam diri mereka sehingga gagap yang mereka alami menjadi lebih parah.
Kegagapan yang dialami setiap pengidap memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Tingkat kegagapan ini berpengaruh pada terapi yang dilakukan pengidap. Suatu terapi yang dikatakan dapat menyembuhkan kegagapan seorang pengidap tidak sepenuhnya cocok untuk semua pengidap. Terapi yang dilakukan setiap pengidap berbeda, tergantung pada penyebab dan tingkat kegagapannya. Oleh karena itu, mengidentifikasi faktor penyebab gagap seseorang sangatlah penting.
Gejala
Apa saja gejala-gejala kegagapan? Gejala yang paling umum ialah kesulitan mengatakan suatu kata atau kalimat. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa cara, yaitu dengan melakukan perpanjangan kata atau suara pada kata (beeeeegitu ya) serta mengulangi suatu suara, silabel, atau kata (be-be-be-begitu ya dan gitu-gitu-gitu ya). Kesulitan berbicara juga ditunjukkan dengan memberi jeda pada suatu silabel atau kata (be — gitu ya). Terkadang, pengidap juga melakukan penambahan kata-kata semacam um bila kesulitan menyebutkan kata selanjutnya ketika sedang berbicara.
Gejala-gejala tersebut biasanya diikuti dengan sejumlah gejala fisik, seperti mengedipkan mata dengan cepat, bibir atau rahang gemetaran, serta “mengerutkan” wajah terutama daerah mata dan hidung (facial ticts). Gejala fisik lainnya dapat berupa menghentakkan kepala dan mengepalkan tangan. Selain itu, pengidap gagap biasanya juga memiliki ketakutan atau anxiety untuk berbicara.
Tingkat gejala kegagapan pada setiap pengidap gagap dapat bervariasi seiring berjalannya waktu. Ada kalanya seseorang merasa kegagapannya menghilang pada satu waktu, lalu tiba-tiba kegagapannya datang kembali. Selain itu, tingkat kegagapan dapat menjadi lebih baik atau buruk tergantung situasi dan kondisi pengidap. Ketika seorang pengidap gagap terlalu bersemangat, lelah, atau merasa tertekan, gejala kegagapan yang dimilikinya bisa memburuk. Selain itu, gejala juga dapat memburuk bila pengidap dihadapkan dengan situasi-situasi tertentu, seperti berbicara di hadapan umum atau lewat telepon. Sebaliknya, mayoritas pengidap gagap cenderung bisa berbicara dengan lancar saat sedang sendirian. Pengidap gagap juga biasanya bisa mengucapkan kata-kata dengan baik saat bernyanyi atau saat berbicara secara bersamaan dengan orang lain.
Seringkali, pengidap gagap tidak hanya harus berhadapan dengan gangguan bicara mereka, tetapi juga dampak yang dibawanya. Kegagapan dapat mengarah pada sejumlah permasalahan lain, seperti kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, tidak mampu menghadapi situasi yang mengharuskan berbicara, kehilangan kesempatan berprestasi pada kehidupan akademik atau karier, hingga menjadi korban bullying.
Brayden Harrington, seorang anak pengidap gagap berumur 13 tahun, pada pidatonya di CNN Town Hall Februari lalu berkata: “You know, stuttering, when you think about it, is the only handicap that people still laugh about. That (they) still humiliate people about. And they don’t even mean to.”
Kegagapan, terutama di beberapa negara seperti Indonesia, merupakan gangguan yang masih disalahpahami oleh mayoritas orang. Hal ini membuat perilaku diskriminasi dan bullying menjadi sangat rentan terjadi. Lebih jauh lagi, perilaku tidak menyenangkan dari masyarakat dapat mengarah pada tumbuhnya permasalahan-permasalahan lain bagi pengidap gagap, seperti rendahnya self-esteem serta memburuknya kesehatan mental. Bagi sejumlah pengidap, komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan dari kondisi mereka memengaruhi kehidupan mereka jauh lebih besar daripada gangguan bicara itu sendiri.
Oleh karena itu, gerakan-gerakan sosial untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang isu-isu kegagapan sangatlah penting untuk dilakukan. Semakin banyak orang yang memahami, maka akan semakin kecil kemungkinan terjadinya bullying dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya pada para pengidap gagap. Dukungan dari orang-orang sekitar dapat mencegah timbulnya komplikasi, serta memberikan dorongan mental yang dibutuhkan pengidap gagap untuk berjuang dalam mengatasi gangguan bicaranya.
Penulis: Saskia Ayu Khairunnisa Marseno & Adhisa Fathirisari Putri
***
Sumber:
https://www.cnn.com/2020/08/20/politics/13-year-old-stutter-convention-joe-biden/index.html
https://www.halodoc.com/kesehatan/gagap
Jadi ada beberapa solusi diantaranya didapatkan dari pengalaman sobat stutterians dari berbagai wilayah, sebagai berikut:
Ada baiknya melakukan asesmen dan proses terapi yang didukung oleh Terapi Wicara, biasanya ditemukan Klinik Terapi Wicara, ada juga Terapi Wicara yang sudah terdapat dalam beberapa Rumah Sakit (RS) besar dan dari sumber yang valid, setiap yang menggunakan BPJS akan ter cover dalam menjalani Terapi Wicara.
Kondisikan diri setiap kali ingin berbicara, tingkatkan ketenangan diri, ucaplah sholawat terlebih dahulu (bagi muslim), doa nabi Musa ketika berhadapan dengan Fir'aun dan katakan sesuatu yang ingin dikatakan secara perlahan dengan menghentakan diri agar mampu mengeluarkan kosa kata.
Berlatih mengafirmasikan selalu tiap pagi ke diri sendiri dengan kata-kata "Saya bisa berbicara dengan lancar dan lebih percaya diri", lebih baik kalau di depan cermin. Untuk beragama Kristen, baca Alkitab setiap pasal dan dibaca dengan suara perlahan-lahan serta jangan lupa untuk menarik nafas setiap mengucapkan beberapa kata.
Berbicara dengan bantuan Gesture. Maksudnya adalah berbicara dengan menggerakan tangan maupun gerak tubuh efektif membantu meminimalisir kegagapan, seperti gerakan tangan untuk menegaskan pada satu titik dan membantu ketika terjadi blocking, hal tersebut membantu juga dalam mengatur gerakan tangan agar sesuai dengan yang anda ingin katakan.
Saran dari lulusan STAN yang sekarang telah menjadi dosen (Ihsan);
• Pengaturan napas
• Ucapkan 3-5 suku kata dalam satu tarikan napas.
• Melatih olah vokal dengan membaca tulisan seperti pembaca berita
• Mencari pengucapan yang pas dan enak untuk kita.
• Sering-sering tampil di muka umum sebagai sarana latihan atau aktif dalam berorganisasi sehingga sering komunikasi.
"King's Speech" adalah sebuah film yang mengisahkan tentang perjuangan Pangeran Albert, yang kemudian menjadi Raja George VI dari Britania Raya, untuk mengatasi kesulitan bicara dan stammering-nya dengan bantuan seorang terapis bahasa, Lionel Logue. Dalam menghadapi tantangan ini, Albert juga harus menghadapi tanggung jawabnya sebagai pemimpin di tengah-tengah masa krisis politik yang melanda Inggris menjelang Perang Dunia II. Dengan dukungan istri yang setia, Elizabeth, Albert berhasil menemukan kepercayaan dirinya dan mengatasi rasa takutnya untuk menjadi pemimpin yang berbicara dengan percaya diri dan menginspirasi bangsanya.
Film "Beautiful Stutter" menggambarkan perjalanan emosional dan inspiratif dari sekelompok anak-anak dan remaja yang menghadapi tantangan dalam berbicara, namun menemukan kekuatan dan identitas mereka melalui belajar seni bicara di sebuah kamp khusus. Melalui dukungan dan bimbingan dari pengajar yang berpengalaman, mereka belajar tidak hanya mengatasi kekakuan berbicara mereka tetapi juga menemukan suara mereka sendiri yang unik dan berharga. Film ini mengungkapkan kekuatan komunitas dan kegembiraan dalam menemukan cara untuk bersuara dengan percaya diri di dunia yang kadang-kadang keras terhadap perbedaan.
Film "When I Stutter" adalah sebuah dokumenter yang menggali pengalaman pribadi dan kehidupan sehari-hari dari beberapa individu yang menghadapi tantangan dalam berbicara akibat stuttering atau gangguan bicara. Melalui wawancara yang intim dan pengamatan langsung, film ini tidak hanya mengungkapkan perjuangan mereka dalam menghadapi stigma dan kesulitan komunikasi, tetapi juga menyoroti kekuatan, ketahanan, dan keberanian mereka dalam mengeksplorasi identitas mereka di luar stuttering. Dengan pendekatan yang empatik dan mendalam, "When I Stutter" memberikan wawasan yang mendalam tentang perjalanan pribadi dan perjuangan sehari-hari dari perspektif yang jarang dieksplorasi secara luas.
Halo, Stutternians!
Pernah dengar tentang stutter atau gagap? Nah, gagap merupakan gangguan bicara yang biasa terlihat dari kelancaran dan alur berbicara seseorang. Umumnya, gangguan bicara ini berupa memanjangkan bunyi suatu kata, pengulangan bunyi atau suku kata, atau terdapat jeda saat berbicara. Namun, gangguan ini bukan berarti mereka tidak tahu apa yang mereka bicarakan, lho, ya! Simpelnya, para pengidap gagap mengetahui dan mengerti apa yang ingin mereka katakan, tetapi mereka memiliki kesulitan untuk menyebutkannya.
Ketika kamu sedang berbicara dengan seorang pengidap gagap, terdapat hal-hal tertentu yang perlu kamu perhatikan. Kenapa begitu? Ketika kamu berbicara dengan non-stutter saja, kamu harus memperhatikan beberapa aspek berbicara, seperti lawan bicaramu, konteks, suasana, dsb, bukan? Sama saja kok dengan kamu berbicara dengan seorang stutter. Semua ini dilakukan agar kamu bisa menjalin komunikasi dengan mereka, tanpa ada kecanggungan atau ketidakenakan di antara kedua pihak.
“Lalu, apa saja yang harus aku perhatikan?”
Ketika seorang pengidap gagap berbicara, dengarkanlah dia. Tunjukkan bahwa kamu mendengarkan apa yang dikatakannya. Biarkanlah mereka selesai berbicara tanpa adanya interupsi, seperti menebak-nebak jawaban, menyelesaikan perkataannya, atau bentuk interupsi lainnya. Biasanya mereka mengalami kesulitan untuk memulai percakapan, terutama ketika berbicara melalui telepon. Maka, berilah mereka waktu untuk bisa berbicara.
Selain kamu mendengarkan mereka, tunjukkan pula pada mereka bahwa kamu benar-benar mendengarkan mereka melalui gestur tubuhmu, seperti anggukan kepala dan juga tatapan mata. Dengan begitu, kamu juga akan terlihat bahwa kamu fokus pada apa yang mereka sampaikan bukan bagaimana cara mereka menyampaikannya. Kamu juga tidak perlu berempati secara berlebihan, karena hal tersebut dapat membuatnya tidak percaya diri. Cukup dengan mendengarkan, kamu sudah memberikannya motivasi untuk tidak merendahkan dirinya.
Ketika mendengarkan seorang pengidap gagap, kamu mungkin akan menemukan situasi yang tidak memungkinkan bagi pengidap gagap untuk mengontrol kegagapannya. Ketika hal itu terjadi, alangkah baiknya jika kamu tidak menyebutkan “pelan-pelan saja bicaranya”, “santai saja”, atau “tarik napas dulu baru bicara”. Mungkin menurut kamu itulah hal yang tepat untuk kamu lakukan. Namun, justru perkataan seperti itu dapat berkesan seolah-olah kamu merendahkan mereka dan tidak membantu sama sekali. Akan lebih baik jika kamu berikan waktu pada mereka agar mereka dapat menyampaikan pesannya dengan lebih baik.
Ada kalanya mereka mereka kesulitan untuk menyebutkan namanya, terutama ketika mereka diminta untuk memperkenalkan diri mereka. Sebaiknya kamu tidak bertanya “apakah kamu lupa namamu?”, meskipun kamu sedang bercanda. Ketika kamu mengetahui ada situasi yang mengharuskan perkenalan, sebelum datang situasi itu, kamu dapat bertanya pada mereka apakah mereka ingin dikenalkan atau memperkenalkan diri sendiri.
Itulah dua hal simpel yang dapat kamu lakukan ketika kamu bertemu dan berbicara dengan seorang pengidap gagap. Kamu cukup dengarkan dan bersabar. Kedua hal itu adalah kunci komunikasi yang baik.\
Penulis: Saskia Ayu Khairunnisa Marseno
Penyunting: Muhamad Carvin Syah
***
Sumber rujukan:
Deviyana, Nia. 2016. “Bagaimana Berkomunikasi dengan Penderita Gagap?”. https://www.medcom.id/rona/kesehatan/nbwe6wDK-bagaimana-berkomunikasi-dengan-penderita-gagap (diakses pada 3 April 2021).
Stamma. ND. “Talking With Someone Who Stammers”. https://stamma.org/about-stammering/talking-someone-who-stammers (diakses pada 3 April 2021).
The Stuttering Foundation. ND. “6 Tips for Speaking With Someone Who Stutters”. https://www.stutteringhelp.org/6-tips-speaking-someone-who-stutters (diakses pada 3 April 2021).